Cinta Sejati - Chicken Soup

Aku dan Cecile sudah bersahabat lebih dari tiga puluh tahun, sejak masih kuliah. Kami tinggal berjauhan, tapi sejak mula-mula berkenalan, persahabatan kami terus berlanjut. Kami saling berbagi pengalaman menikah, melahirkan, bercerai, menghadapi kematian orang-orang yang kami cintai – singkatnya, masa-masa ketika orang benar-benarmembutuhkan sahabat.

Untuk merayakan persahabatan dan sekaligus ulang tahun kami yang kelima puluh, aku dan Cecile mengadakan perjalanan dengan mobil, bersama-sama. Kami berangkat dari rumahku di Texas, menuju California, lalu kembali lagi. Kami sangat menikmati perjalanan ini. Hari pertama perjalanan kami berakhir di Santa Fe, New Mexico. Setelah lama bermobil, kami lelah sekali. Maka kami memutuskan untuk makan malam di restoran dekat hotel. Kami duduk di tempat yang agak sepi.

Hanya ada beberapa pengunjung lain di situ. Setelah memesan makanan, kami bersantai dan mengobrol tentang perjalanan hari itu. Sambil mengobrol aku melayangkan pandang pada orang-orang lain di ruangan itu. Tidak jauh dari kami, duduk sepasang suami-istri yang menarik, walaupun sudah berumur. Sang pria bertubuh agak jangkung dan atletis, dengan rambut keperakan dan kulit kecokelatan. Wanita di sampingnya bertubuh mungil, cantik, dan pakaiannya bagus.

Yang langsung menarik perhatianku adalah tatapan sayang di wajah wanita itu. Ia menumpukkan dagunya di kedua tangan dan memandangi wajah si pria yang sedang berbicara. Ekspresinya seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Kuberitahukan pada Cecile, apa yang kulihat. Sementara kami memperhatikan, si pria mengecup pipi si wanita dengan lembut. Wanita
itu tersenyum. “Itu baru namanya cinta sejati,” kataku dengan mendesah. “Kurasa mereka
sudah lama sekali menikah. Tampaknya mereka sangat saling mencintai.” “Atau mungkin mereka belum lama bersama-sama,” kata Cecile. “Bisa saja mereka justru baru jatuh cinta.” “Yah, bagaimanapun situasinya, yang jelas mereka sangat saling mencintai.”

Diam-diam aku dan Cecile terus memperhatikan pasangan itu dan tanpa malu-malu mencuri dengar pembicaraan mereka. Si pria sedang menjelaskan tentang investasi baru yang ingin dilakukannya, dan ia meminta pendapat si wanita. Si wanita tersenyum dan menyetujui apa-apa yang dikatakan si pria. Ketika pelayan mendatangi meja mereka, si prialah yang memesankan makanan untuk si wanita, sambil mengingatkan bahwa daging anak lembu adalah makanan kesukaaan si wanita. Sambil berbicara ia terus mengelus-elus tangan pasangannya, dan si wanita mendengarkan setiap patah kata yang diucapkannya dengan penuh minat. Kami terpesona menyaksikan pemandangan yang indah ini.

Tapi sekonyong-konyong segalanya berubah. Wajah keriput yang cantik itu tampak bingung. Wanita itu memandangi si pria dan bertanya dengan suaranya yang manis, “Apa aku kenal dengan Anda? Tempat apa ini? Di mana kita berada?” “Sayangku, tentau saja kau mengenalku. Aku Ralph, suamimu. Dan kita berada di Santa Fe. Kita akan mengunjungi anak laki-laki kita di
Missouri besok. Kau tidak ingat?” “Oh, entahlah. Rasanya aku lupa,” si wanita menyahut pelan.
“Tidak apa-apa, Sayang. Tidak apa-apa. Nikmati saja makan malammu, lalu kita istirahat.” Si pria mengulurkan tangan dan membelai pipi wanita itu. “Kau cantik sekali malam ini.”

Aku dan Cecile saling pandang dengan mata berkaca-kaca. “Dugaan kita benar,” kata Cecile pelan. “Itu memang cinta sejati.”



Frankie Germany – A Second Chicken Soup for the Woman’s Soul

Comments

Popular Posts